Budaya Sadar Risiko, “The Next Level” Implementasi Manajemen Risiko
Penulis : Yosep Yogo Widhiyatmoko
Purwodadi – Manajemen Risiko telah menjadi salah satu konsep manajemen penting pada era tata kelola yang baik (good governance), apakah itu di sektor publik atau pun di sektor swasta.
Seperti telah diulas pada artikel sebelumnya, manajemen risiko tertuang di dalam PP Nomor 60 Tahun 2008. PP tersebut menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral (dimana salah satu proses integral tersebut adalah manajemen risiko), dilaksanakan pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai dengan tujuan untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Kerangka manajemen risiko menurut PP 60/2008 berasal dari tiga kerangka manajemen risiko dari tiga mahzab besar standar internasional manajemen risiko yaitu AS/NZS 4360:2004, COSO ERM-2004 dan ISO 31000:2018. Bila diterjemahkan, dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan manajemen risiko maka suatu organisasi dalam konteks sektor publik, akan mampu melihat hal yang mungkin akan terjadi, dan yang masuk kategori berpotensi mempengaruhi kinerja organisasi tersebut.
Balai Perawatan Perkeretaapian (Baperka) telah berpartisipasi aktif pada rangkaian kegiatan implementasi manajemen risiko di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Hal itu ditandani dengan sertifikat kompetensi QRMO (Qualified Risk Management Officer) yang didapat oleh beberapa pegawai Baperka pada bulan Maret 2022.
Berbekal kualifikasi tersebut, tim Baperka telah mengikuti rangkaian penerapan manajemen risiko, untuk dilaksanakan di lingkungan internal balai sesuai arahan dan petunjuk Sekretariat Jenderal Perkerertaapian. Terlebih Ditjen Perkeretaapian telah memiliki Pedoman Teknis Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian tersendiri, tertuang di dalam Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor : HK.209/3/19/DJKA/2022.
Balai Perawatan Perkeretaapian berperan aktif dalam agenda koordinasi dengan forum manajemen risiko di lingkungan Ditjen Perkeretaapian. Pengawasan khususnya dalam hal pembinaan penyelenggaran SPIP dan penerapan manajemen risiko untuk tahun 2023, dibagi menjadi dua fokus yaitu penguatan kondisi internal dan perbaikan strategi eksternal.
Secara internal, Tim manajemen risiko termasuk didalamnya Baperka secara proaktif melakukan pembenahan antara lain melalui peningkatan kompetensi SDM, update pedoman dan metodologi, pengelolaan data dan informasi, serta optimalisasi penggunaan teknologi informasi. Perbaikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses bisnis internal, komunikasi, dan sinergi antar lembaga serta penguatan kelembagaan di internal Ditjen Perkeretaapian.
Secara eksternal, forum manajemen risiko terus mendorong perbaikan dalam beberapa hal diantaranya terus melakukan edukasi publik melalui media kehumasan maupun media sosial, dan pembangunan awareness pimpinan manajemen di masing-masing unit kerja.
Selain itu, strategi komunikasi eksternal dapat dilakukan antara lain melalui penerapan analisa risiko sesuai dengan peraturan-peraturan dan kebijakan di bidang manajemen risiko, yang dapat mendorong peningkatan awareness, komitmen, serta self ownership pimpinan unit kerja terhadap implementasi penyelenggaraan SPIP dan penerapan manajemen risiko atas program dan kegiatan kerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Harapannya dengan menyelesaikan setapak langkah demi langkah proses penerapan manajemen risiko di lingkungan organisasi ditjen perkeretaapian, kedepan tidak berhenti hanya pada melembagakan manajemen risiko saja, tetapi lebih jauh lagi yaitu membumikan proses manajemen risiko di dalam organisasi, dengan mewujudkan apa yang dinamakan dengan budaya sadar risiko.
Untuk memahami budaya sadar risiko, ada satu petikan definisi pada artikel Creating Risk Culture And Behaviour Issue Behind It, di dalam Majalah Paris Review, mengutip Institute of International Finance (2009) yang mendefiniskan budaya risiko sebagai: the set of norms and traditions of behavior of individuals and of groups within an organization, that determine the way in which they identify, understand, discuss, and act on the risks the organization confronts and the risks it takes.
Berdasarkan definisi tersebut, diketahui bahwa budaya risiko berkaitan dengan aspek perilaku orang-orang di dalam menghadapi risiko. Perilaku mereka akan menentukan keberhasilan atau kegagalan manajemen risiko. Hal ini selaras dengan hipotesis Goto, seorang peneliti perilaku manajemen risiko yang menjelaskan bahwa orang-orang dan perilakunya akan mempengaruhi efektivitas manajemen risiko di dalam organisasi.
Budaya risiko meliputi bagaimana perilaku individu-individu di dalam memahami risiko-risiko organisasi, bagaimana mereka berdiskusi dengan rekan kerjanya mengenai risiko, serta tingkat risiko yang dapat diterima organisasi. Budaya risiko juga berhubungan dengan perilaku yang dilakukan dalam proses pembuatan keputusan tertentu berdasarkan risiko yang dihadapi organisasi.
Dengan demikian manajemen risiko dikatakan telah melibatkan seluruh sumber daya dan individu di organisasi dalam sebuah struktur dan kerangka kerja manajemen risiko yang terintegrasi. Dengan kata lain, manajemen risiko bukan hanya dilaksanakan oleh satu individu saja, namun seluruh individu memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu dalam mengelola risiko yang ada di instansi pemerintah tersebut. (yogo)
Komentar
LOGIN UNTUK KOMENTAR Sign in with Google