Cerita di Balik Pemasangan Palang Pintu Perlintasan Kereta Api

Padang—Seringkali alasan tak adanya palang pintu perlintasan kereta api menjadi alasan terjadinya temperan dengan kereta api di perlintasan sebidang KA. Padahal sejarahnya, palang pintu kereta api difokuskan untuk mencegah hewan ternak memasuki jalur kereta api, bukan untuk keselamatan manusia.

Mengenai hal ini, erat berkaitannya dengan kondisi pada masa awal pembangunan perkeretaapian yakni sebagian besar wilayah perlintasan KA berada di kawasan pedesaan dan pertanian yang khas dengan hewan-hewan ternaknya seperti sapi, kambing, kuda dan sebagainya.

Dulunya, hewan ternak tersebut lebih banyak melintasi perlintasan KA dibandingkan manusia. Mengingat pembangunan jalur KA di Indonesia dilakukan pada masa penjajahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron Sloet van de Beele tahun 1864, maka pembangunan perkeretaapian di Indonesia pertama kali di Semarang saat itu, pembangunannya dibarengi dengan pengoperasian palang pintu mengikuti pembangunan yang sudah ada sebelumnya.

Dengan begini bisa dipahami bahwa penggunaan palang pintu dimaksudkan untuk melindungi perjalanan kereta api bukan pengguna jalan. Meskipun demikian, pengguna jalan seharusnya bisa lebih bijak untuk memahami dan dengan penuh kesadaran untuk menjaga keselamatan diri sendiri dengan mendahulukan perjalanan kereta api karena kereta sudah beroperasi sesuai dengan jadwalnya dan berjalan di jalurnya.

Jika palang pintu perlintasan menjadi solusi keselamatan perjalanan KA dari hewan ternak, maka pemasangan rambu peringatan merupakan solusi bagi keselamatan perjalanan KA dari manusia. Pengguna jalan yang ingin melintas di perlintasan harusnya bisa melihat tanda atau rambu peringatan yang sudah tersedia sebelum perlintasan. Rambu ini akan memberi tahu pengguna jalan baik pejalan kaki maupun kendaraan untuk berhati-hati karena akan memasuki perlintasan KA.

Humas Balai Teknik Perkeretaapian Padang